Wednesday, 31 August 2016

Berikut Hadits Palsu Yang Populer Di Tengah Umat Islam


أَوَّلُ ما خَلَقَ اللهُ نُور نبيِّكَ يا جابِرُ!
“Makhluk yang pertama kali diciptakan adalah cahaya Nabi-mu, wahai Jabir!”
Hadits ini juga sangat populer, terutama di kalangan ahli khurafat dan ahli tashawwuf, yang seringkali mengucapkan sanjungan-sanjungan berlebihan kepada Nabi yang kita yakini seyakin-yakinnya bahwa beliau shallallahu alaihi wa sallam tidak ridha dengannya.
Perhatikanlah bersamaku ucapan dari penulis Dalaa’il Al-Khairaat[1]:

اللهم زده نورا على نوره الذي خلقته منه
“Ya Allah, tambahkanlah dia cahaya di atas cahaya yang telah Engkau cipatakan darinya.”

TIDAK ADA ASALNYA. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menegaskan bahwa hadits ini adalah dusta berdasarkan kesepakatan Ahli Hadits.[2]Demikian juga ditegaskan oleh Syaikh Sulaiman bin Sahman.[3] As-Suyuthy juga menegaskan bahwa hadits ini tidak ada sanadnya.[4]Demikian juga Jamaluddin Al-Qasimy[5] dan Muhammad Rasyid Ridha[6], keduanya menegaskan bahwa hadits ini tidak ada asalnya.
Anehnya, sebagian orang yang mempromosikan hadits ini menisbatkan hadits ini pada Mushannaf Abdurrazzaaq[7], padahal ini hanyalah sekadar omong kosong belaka yang tidak ada kenyataannya. Karena ternyata yang benar ini hanyalah dibuat-buat oleh tokoh-tokohtashawwuf seperti Ibnu Araby, Ibnu Hawaih dan Al-Bakry.[8] Maka janganlah Anda tertipu!
Abdullah Al-Ghumairy[9] berkata dalam risalahnya Mursyid Al-Haair li Bayaan Wadh’ Hadiits Jaabir, “Menyandarkan hadits ini kepada Abdurrazzaq merupakan suatu kesalahan, karena tidak ada dalam Mushannaf-nya, Jami’nya, maupun Tafsir-nya! Hadits ini jelas maudhu’ (palsu) dan di dalamnya terdapat istilah-istilah tashawwuf. Sebagian orang sekarang membuat sanad hadits ini dan menyebutkan bahwa Abdurrazzaq meriwayatkannya dari jalur Ibnu Munkadir, dari Jabir. Semua ini adalah dusta dan dosa. Kesimpulannya, hadits ini munkar, palsu, dan tidak ada asalnya dalam kitab-kitab hadits.”[10]

Dari segi matan, hadits yang sangat populer ini adalah bathil. Demikian juga semua hadits yang menegaskan bahwa Nabi Muhammadshallallahu alaihi wa sallam diciptakan dari cahaya adalah bathil, ditinjau dari beberapa hal:
Pertama: Hal itu bertentangan dengan ketegasan Allah dan Rasul-Nya, yang menegaskan bahwa Nabi Muhammad adalah manusia biasa.

قُلْ إِنَّمَآ أَنَا۠ بَشَرٌۭ مِّثْلُكُمْ يُوحَىٰٓ إِلَىَّ أَنَّمَآ إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌۭ وَٰحِدٌۭ
“Katakanlah: "Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa".” (Q.S. Al-Kahfi: 110)

Kedua: Bertentangan juga dengan hadits:
خُلِقَتْ الْمَلَائِكَةُ مِنْ نُورٍ وَخُلِقَ الْجَانُّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ وَخُلِقَ آدَمُ مِمَّا وُصِفَ لَكُمْ

“Malaikat diciptakan dari cahaya, Iblis diciptakan dari api yang menyala-nyala, dan Adam diciptakan dari apa yang telah disifatkan pada kalian.”[11]

Hadits ini secara jelas menunjukkan bahwa hanya Malaikat yang diciptakan dari cahaya, bukan Adam dan anak keturunannya.[12]

Ketiga: Keyakinan ini hanyalah ucapan sebagian ahli khurafat dan orang-orang sufi yang tidak ada asalnya. Ucapan yang bathil dan kedustaan belaka.[13]

Bahkan, kalau kita telusuri ternyata keyakinan ini adalah hasil pemikiran filsafat Plato yang pada dasarnya menjurus kepada keyakinan wihdatul wujuud (bersatunya hamba dengan Allah). Karena menurut mereka: manusia tercipta dari cahaya Muhammad. Dan Muhammad tercipta dari cahaya Allah. Dengan demikian, maka mereka adalah suatu bagian dari Allah.[14]



[1] Lihat kembali tulisan Ust.Abu Ubaidah As-Sidawy tentang kitab ini, “Menyorot Kitab Dalaail Khairaat”, dalam Majalah Al-Fur’an, edisi 11, tahun V/1427 H.
[2] Majmuu’ Al-Fataawaa, Ibnu Taimiyyah, II/43
[3] Ash-Shawaa’q Al-Mursalah Asy-Syihaabiyyah, Sulaiman  bin Sahman, hal. 15
[4] Al-Haawy li Al-Fataawy, Jalaluddin As-Suyuthy, II/43
[5] Syarh Al-Arba’iin Al-Ajluniyyah, Jamaluddin Al-Qasimy, no. 343
[6] Fataawa Rasyid Ridha, II/447
[7] Seperti yang dilakukan oleh Dr. Isa bin Abdullah Al-Himyary dalam kitabnya Juz Al-Mafquud min Al-Juz Al-Awwal min Mushannaf Abdirrazzaaq, taqdimi Dr. Muhammad Sa’id Mamduh Al-Mishry. Kitab ini telah dibongkar kedustaannya secara ramai oleh para ulama masa kini. Lihat penjelasannya dalam Difaa’ an An-Nabiy wa Sunnatihi Muthahharah, oleh Muhammad Ziyad bin Umar At-Tuklah, cet. Daarul Muhaddits.
[8] Lihat An-Nuur Al-Muhammady baina Hadyi Kitaab al-Mubiin wa Ghuluww Al-Ghaalliinoleh Addaab Mamduh Al-Himsy.
[9] Kami kutip ucapan beliau karena ada sesuatu yang unik. Ia adalah seorang yang menggeluti ilmu hadits sekaligus pengagum Tashawwuf. Syaikh Muhammad Alwi Al-Maliky memujinya, “Al-Allaamah, Al-Fqih, Ahli Hadits Maghrib, bahkan Ahli Hadits dunia.” (Mafaahim Yajibu an Tushahhah, hal. 19). Jadi, yang mendustakan hadits palsu ini bukan saja para ulama Ahlus Sunnah, tetapi tokoh-tokoh Tasawwuf sendiri mengakuinya, seperti Abdullah Al-Ghumairy, Ahmad Al-Ghumairy, Abdullah Al-Habsyy, Hasan As-Saqqaf, Abdul Fattah Ghuddah dan lain-lain. (LihatDifaa’ an As-Sunnah, Muhammad At-Tuklah, hal 105-107)
[10] Lihat secara lebih luas tentang hadits ini dalam risalah Tanbiih Al-Hudzdzaq ala Buthlaani Maa Syaa’a Baina Al-Anaam min Hadiits Nuur Al-Manshuub li Mushannaf Abdirrazzaaq, oleh Ahmad Abdul Qadir Asy-Syinqithy, taqdim Syaikh Abdul Aziz bin Baaz, An-Nuur Al-Muhammady oleh Addab Mahmud Al-Himsy, Difaa’ An An-Nabiy oleh Syaikh Ziyad At-Tuklah, Khashaaish Mushthafaa baina Al-Ghuluww wa Al-Jafaa’, Dr. Shadiq Muhammad, hal. 77-104, Al-Qaul Al-Fashl fi Hukm Al-Ihtifaal bi Maulid Khair Ar-Rasuul, Syaikh Ismail Al-Anshary, II/703-714, Majalah Al-Furqan, edisi 8/tahun 7/1429 H.
[11] Shahiih Muslim, VIII/226
[12] Silsilah Al-Ahaadiits Ash-Shahiihah, Muhammad Nashiruddin Al-Albany, no.458
[13] Fataawa Nuur ala Darb, Syaikh Abdul Aziz bin Baaz, I/112-113
[14] Lihat: Khashaa’ish Mushthafa, Dr. Shadiq bin Muhammad, hal 89-92, dan Al-Haqiiqah Al-Muhammadiyyah Am Al-Falsafah Afluthiyyah, oleh Ayidh bin Sa’ad Ad-Dusary.

 --------------------------------------------


Dari kitab SadurHadits-hadits Dha'if Populer, karya Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As-Sidawi, Media Tarbiyah, cet. ke-3, Desember 2011

Ditulis ulang dengan sedikit perubahan oleh Hasan Al-Jaizy


Share: